Empat tahun lalu, Indarwati–bukan nama sebenarnya–menikah secara Islam dengan seorang pemuda. Seluruh keluarga merestui pernikahan itu, karena menganggap mempelai pria itu Muslim yang taat. Belakangan, setelah Indar dikaruniai anak, keluarganya baru tahu jika suaminya seorang pendeta. Ia berkilah, kekristenannya ia terima setelah menikah. Saat ini, Indar pun sudah mengikuti jejak suaminya menjadi aktivis gereja. Bahkan, seorang adiknya juga masuk Kristen. Kekristenan Indar dan adiknya terungkap ketika ia berusaha mempengaruhi kakaknya, orang tua, dan pamannya agar masuk Kristen. Ajakan ini menimbulkan keretakan keluarga, karena sang paman adalah aktivis PII (Pelajar Islam Indonesia).
“Siapa sebenarnya yang mempengaruhimu kok sekarang jadi seperti ini?” tanya sang paman lagi.
”Kalau Paman ingin tahu jawabannya, nanti saya panggil pendeta saya. Pendeta Samuel Hermawan adalah ahli Islamologi, lulusan pesantren dan STAIN Bandung. Paman bisa bertanya sepuasnya tentang kristen pada dia,” jawab Indra.
Maka disepakatilah pertemuan di rumah sang paman. Ahad malam (15 November 2009), pertemuan dilangsungkan di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan. Karena penasaran ada lulusan pesantren dan sarjana Islam yang pindah iman, sang paman mengundang sanak saudara dan tetangganya. Tidak lupa, ia juga mengundang Insan Mokoginta Wenceslaus, ustadz yang mantan Kristen.
Pendeta Samuel Hermawan juga temani beberapa pendeta, pekerja gereja, dan jemaatnya. Dengan batik coklat dan dandanan klemis, ia tampil percaya diri. Seluruh materi disiapkannya dalam laptop dan infocus, lengkap dengan seorang wanita yang jadi operatornya.
Jam 08.00 Wib dialog dimulai. Samuel menerangkan ketuhanan Yesus berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an. Insanyang tak asing dengan makalah ini menyela, “Maaf Pak Pendeta, paparan ini sebenarnya bukan pemikiran Anda. Anda mengutip brosur Kristen “Rahasia Jalan ke Surga” yang diterbitkan oleh penerbit palsu Dakwah Ukhuwah. Saya sudah menjawabnya dalam buku “Muallaf Membimbing Pendeta ke Surga” tahun 1999.
Samuel kekeuh menyangkal dan melanjutkan ceramah. “Yesus alias Nabi Isa adalah Tuhan yang menjelma menjadi manusia. Al-Qur’an mengakui bahwa Yesus bisa menyembuhkan orang buta sejak lahir. Bahkan Yesus bisa menghidupkan orang yang sudah mati. Mari kita renungkan. Selain Tuhan, siapa yang bisa memberi nyawa orang mati. Karena Yesus bisa menghidupkan orang mati, maka dia adalah Tuhan,” jelasnya.
Insan mengatakan, “Saya tahu, ayat al-Qur’an yang Anda maksud adalah surat Ali Imran 49 dan al-Ma’idah 110. Tapi ayat ini jangan dibaca sepotong-potong. Jika dibaca utuh, seluruh mukjizat Nabi Isa selalu diiringi kata “bi-idznillah” yang artinya seizin Allah. Jadi, mukjizat itu bukan karena kehebatan Nabi Isa tapi karena izin dan pemberian Allah. Karenanya, yang menyembuhkan dan menghidupkan itu bukan Nabi Isa tapi Allah SWT.”
Samuel tak bisa membantahnya, lalu ia beralih ke pembicaraan lain. Ia menyatakan, menurut Injil Lukas, tidak semua perbuatan Yesus ditulis dalam Injil. Karena tidak ada kitab yang bisa memuat seluruh ajaran Yesus. Insanpun menimpali, “Tolong Pak Pendeta baca, Injil Lukas yang dimaksud itu!”, “Wah, saya tidak hafal ayatnya, Pak,” jawabnya singkat.
“Tolong yang lain membaca Injil Lukas yang dimaksud,” pinta Insan. Karena tak ada yang menjawab, Insanpun menjawab sendiri. “Sebetulnya, ayat yang dimaksud Pendeta Samuel bukan Injil Lukas. Jika tak percaya silakan baca ayat itu,” kata Insan. Jemaat pun membaca ayat itu dan ternyata betul. Mereka makin gusar.
Ketika membuktikan ketuhanan Yesus sebagai orang yang tahu hari kiamat, Samuel mengutip terjemahan surat Luqman ayat 34: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat.” Penasaran dengan banyaknya kutipan ayat yang dibaca terjemahannya saja, Insan minta agar Samuel membaca nas Arabnya.
“Pak Pendeta, dari tadi Anda hanya membaca terjemahan ayat tanpa membaca nash Arabnya. Anda ngaku lulusan pesantren dan sarjana Islam, tolong baca nas Arabnya,” pintanya.
Pendeta yang selama ini mereka elukan, ternyata tak lebih pintar dari siswa TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur’an). Hadirin sebagian tertawa, geleng-geleng kepala atau bertepuk tangan. “Pak Samuel, bagaimana Anda bisa jadi pendeta dan ahli Islamomogi? Jika Anda tidak menguasai Bibel dan al-Qur’an? Mana mungkin Anda bisa memahami al-Qur’an jika Anda tidak bisa baca-tulis al-Qur’an? Tolong Anda beragama yang jujur saja, jangan menipu jemaat,” nasihat Insan.
Dialog pun tak berimbang, Jam 22.00 Wib acara berakhir. Tuan rumah mempersilakan hadirin menikmati makan malam. Terlanjur malu, Pendeta Samuel dan seorang pendeta pamit meninggalkan jemaatnya yang membaur bersama hadirin. Sambil menyantap makan malamnya, seorang jemaat yang ikut dengan Samuel berkomentar, “Katanya lulusan pesantren dan sarjana Islam, gak tahunya seperti ayam sayur,” ujar pria 60 tahun yang datang dari Depok itu
Kalo pendeta2 pengikut paulus kristen seperti ini apa pantas umat Islam berdiam diri?Masih untung para pengikut paulus kristen masih bisa melakukan kegiatan agamanya di Indonesia
“Siapa sebenarnya yang mempengaruhimu kok sekarang jadi seperti ini?” tanya sang paman lagi.
”Kalau Paman ingin tahu jawabannya, nanti saya panggil pendeta saya. Pendeta Samuel Hermawan adalah ahli Islamologi, lulusan pesantren dan STAIN Bandung. Paman bisa bertanya sepuasnya tentang kristen pada dia,” jawab Indra.
Maka disepakatilah pertemuan di rumah sang paman. Ahad malam (15 November 2009), pertemuan dilangsungkan di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan. Karena penasaran ada lulusan pesantren dan sarjana Islam yang pindah iman, sang paman mengundang sanak saudara dan tetangganya. Tidak lupa, ia juga mengundang Insan Mokoginta Wenceslaus, ustadz yang mantan Kristen.
Pendeta Samuel Hermawan juga temani beberapa pendeta, pekerja gereja, dan jemaatnya. Dengan batik coklat dan dandanan klemis, ia tampil percaya diri. Seluruh materi disiapkannya dalam laptop dan infocus, lengkap dengan seorang wanita yang jadi operatornya.
Jam 08.00 Wib dialog dimulai. Samuel menerangkan ketuhanan Yesus berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an. Insanyang tak asing dengan makalah ini menyela, “Maaf Pak Pendeta, paparan ini sebenarnya bukan pemikiran Anda. Anda mengutip brosur Kristen “Rahasia Jalan ke Surga” yang diterbitkan oleh penerbit palsu Dakwah Ukhuwah. Saya sudah menjawabnya dalam buku “Muallaf Membimbing Pendeta ke Surga” tahun 1999.
Samuel kekeuh menyangkal dan melanjutkan ceramah. “Yesus alias Nabi Isa adalah Tuhan yang menjelma menjadi manusia. Al-Qur’an mengakui bahwa Yesus bisa menyembuhkan orang buta sejak lahir. Bahkan Yesus bisa menghidupkan orang yang sudah mati. Mari kita renungkan. Selain Tuhan, siapa yang bisa memberi nyawa orang mati. Karena Yesus bisa menghidupkan orang mati, maka dia adalah Tuhan,” jelasnya.
Insan mengatakan, “Saya tahu, ayat al-Qur’an yang Anda maksud adalah surat Ali Imran 49 dan al-Ma’idah 110. Tapi ayat ini jangan dibaca sepotong-potong. Jika dibaca utuh, seluruh mukjizat Nabi Isa selalu diiringi kata “bi-idznillah” yang artinya seizin Allah. Jadi, mukjizat itu bukan karena kehebatan Nabi Isa tapi karena izin dan pemberian Allah. Karenanya, yang menyembuhkan dan menghidupkan itu bukan Nabi Isa tapi Allah SWT.”
Samuel tak bisa membantahnya, lalu ia beralih ke pembicaraan lain. Ia menyatakan, menurut Injil Lukas, tidak semua perbuatan Yesus ditulis dalam Injil. Karena tidak ada kitab yang bisa memuat seluruh ajaran Yesus. Insanpun menimpali, “Tolong Pak Pendeta baca, Injil Lukas yang dimaksud itu!”, “Wah, saya tidak hafal ayatnya, Pak,” jawabnya singkat.
“Tolong yang lain membaca Injil Lukas yang dimaksud,” pinta Insan. Karena tak ada yang menjawab, Insanpun menjawab sendiri. “Sebetulnya, ayat yang dimaksud Pendeta Samuel bukan Injil Lukas. Jika tak percaya silakan baca ayat itu,” kata Insan. Jemaat pun membaca ayat itu dan ternyata betul. Mereka makin gusar.
Ketika membuktikan ketuhanan Yesus sebagai orang yang tahu hari kiamat, Samuel mengutip terjemahan surat Luqman ayat 34: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat.” Penasaran dengan banyaknya kutipan ayat yang dibaca terjemahannya saja, Insan minta agar Samuel membaca nas Arabnya.
“Pak Pendeta, dari tadi Anda hanya membaca terjemahan ayat tanpa membaca nash Arabnya. Anda ngaku lulusan pesantren dan sarjana Islam, tolong baca nas Arabnya,” pintanya.
Pendeta yang selama ini mereka elukan, ternyata tak lebih pintar dari siswa TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur’an). Hadirin sebagian tertawa, geleng-geleng kepala atau bertepuk tangan. “Pak Samuel, bagaimana Anda bisa jadi pendeta dan ahli Islamomogi? Jika Anda tidak menguasai Bibel dan al-Qur’an? Mana mungkin Anda bisa memahami al-Qur’an jika Anda tidak bisa baca-tulis al-Qur’an? Tolong Anda beragama yang jujur saja, jangan menipu jemaat,” nasihat Insan.
Dialog pun tak berimbang, Jam 22.00 Wib acara berakhir. Tuan rumah mempersilakan hadirin menikmati makan malam. Terlanjur malu, Pendeta Samuel dan seorang pendeta pamit meninggalkan jemaatnya yang membaur bersama hadirin. Sambil menyantap makan malamnya, seorang jemaat yang ikut dengan Samuel berkomentar, “Katanya lulusan pesantren dan sarjana Islam, gak tahunya seperti ayam sayur,” ujar pria 60 tahun yang datang dari Depok itu
Kalo pendeta2 pengikut paulus kristen seperti ini apa pantas umat Islam berdiam diri?Masih untung para pengikut paulus kristen masih bisa melakukan kegiatan agamanya di Indonesia