Manusia pada masa lalu menghasilkan beragam karya seni, misalnya lukisan di batu ataupun arca. Beberapa karya seni menunjukkan tubuh manusia tanpa busana ataupun organ intim manusia.
Sebuah arca pernah ditemukan pada tahun 1908 di Austria, bernama Venus of Willendorf. Usia arca itu sekitar 25.000 tahun dengan tinggi sekitar 11 cm. Arca tersebut sering disebut sebagai bagian "palaeo-porn" atau pornografi zaman purba.
Karya seni lain adalah ukiran batu berusia 37.000 tahun yang ditemukan di wilayah Abri Castanet, Perancis. Ukiran tersebut, menurut ilmuwan, menunjukkan organ kelamin perempuan, berupa lingkaran dan gambaran serupa celah di sisinya.
Di sisi lain, sudah di masa sejarah, Candi Sukuh di kaki Gunung Lawu juga menunjukkan arca dan relief yang eksplisit menunjukkan tubuh manusia. Terdapat figur yoni di lantai candi, serta figur pria tanpa kepala yang sedang menggenggam kelaminnya.
Penemuan tersebut sering memunculkan pertanyaan. Apakah manusia di zaman purba sudah mengenal pornografi? Benarkah karya seni yang ditemukan merupakan pornografi.
Temuan ukiran di Perancis dalam berita New York Times, 14 Mei 2012, lalu berjudul "A Precursor to Playboy: Graphic Images in Rock". Sementara itu, berita temuan Venus of Hohle Fels pada tahun 2008 diberi judul "Obsession with Naked Women Dates Back 35,000 Years".
April Nowell, seorang arkeolog dari University of Victoria, Kanada, mengungkapkan bahwa karya seni masa lalu yang menunjukkan tubuh manusia tak berarti pornografi. Menurutnya, ide bahwa karya seni itu merupakan pornografi adalah cara manusia modern untuk melegitimasi akar perilakunya saat ini dengan masa lalu.
Dalam wawancara dengan New Scientist, Selasa (13/11/2012), Nowell mengatakan bahwa karya seni yang mempertunjukkan tubuh manusia di masa lalu punya arti lain. "Ketika kita bicara seni paleolitik di masa lalu lebih luas, kita bicara tentang keajaiban berburu, agama ataupun kesuburan."
Publikasi yang terkait interpretasi seni dengan pornografi muncul di media massa, bahkan jurnal ilmiah seperti Nature.
"Itu memungkinkan jurnalis, peneliti, pakar evolusi pada khususnya untuk melegitimasi dan menaturalisasi nilai-nilai Barat masa kini dan perilakunya dengan melihat balik pada 'kabut prasejarah'," ungkap Nowell.
Sumber : http://go.girilaya.com/zrjgdq
Sebuah arca pernah ditemukan pada tahun 1908 di Austria, bernama Venus of Willendorf. Usia arca itu sekitar 25.000 tahun dengan tinggi sekitar 11 cm. Arca tersebut sering disebut sebagai bagian "palaeo-porn" atau pornografi zaman purba.
Karya seni lain adalah ukiran batu berusia 37.000 tahun yang ditemukan di wilayah Abri Castanet, Perancis. Ukiran tersebut, menurut ilmuwan, menunjukkan organ kelamin perempuan, berupa lingkaran dan gambaran serupa celah di sisinya.
Di sisi lain, sudah di masa sejarah, Candi Sukuh di kaki Gunung Lawu juga menunjukkan arca dan relief yang eksplisit menunjukkan tubuh manusia. Terdapat figur yoni di lantai candi, serta figur pria tanpa kepala yang sedang menggenggam kelaminnya.
Penemuan tersebut sering memunculkan pertanyaan. Apakah manusia di zaman purba sudah mengenal pornografi? Benarkah karya seni yang ditemukan merupakan pornografi.
Temuan ukiran di Perancis dalam berita New York Times, 14 Mei 2012, lalu berjudul "A Precursor to Playboy: Graphic Images in Rock". Sementara itu, berita temuan Venus of Hohle Fels pada tahun 2008 diberi judul "Obsession with Naked Women Dates Back 35,000 Years".
April Nowell, seorang arkeolog dari University of Victoria, Kanada, mengungkapkan bahwa karya seni masa lalu yang menunjukkan tubuh manusia tak berarti pornografi. Menurutnya, ide bahwa karya seni itu merupakan pornografi adalah cara manusia modern untuk melegitimasi akar perilakunya saat ini dengan masa lalu.
Dalam wawancara dengan New Scientist, Selasa (13/11/2012), Nowell mengatakan bahwa karya seni yang mempertunjukkan tubuh manusia di masa lalu punya arti lain. "Ketika kita bicara seni paleolitik di masa lalu lebih luas, kita bicara tentang keajaiban berburu, agama ataupun kesuburan."
Publikasi yang terkait interpretasi seni dengan pornografi muncul di media massa, bahkan jurnal ilmiah seperti Nature.
"Itu memungkinkan jurnalis, peneliti, pakar evolusi pada khususnya untuk melegitimasi dan menaturalisasi nilai-nilai Barat masa kini dan perilakunya dengan melihat balik pada 'kabut prasejarah'," ungkap Nowell.
Sumber : http://go.girilaya.com/zrjgdq