Menengok sejarah hitam Iblis, tatkala ia diusir dari surga dalam keadaan hina dina, maka ia berkata sebagaimana diceritakan oleh Allah dalam Al-Qur’an, (yang artinya):
“Iblis berkata: ‘Karena Engkau (wahai Allah) telah menghukumku tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka (yaitu anak cucu adam) dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka dari depan dan belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka dan Engkau tidak akan mendapatkan kebanyakan mereka sebagai orang-orang yang bersyukur’
(Al-A’raf: 16-17)
Dari ayat yang mulia ini, dapat kita ketahui bahwa Iblis dan bala tentaranya akan senantiasa berusaha dengan segenap tenaganya untuk menghalangi manusia dari jalan Allah yang lurus serta menghiasi kemaksiatan hingga tampak indah di mata manusia. Karena tekat dan usaha Iblis inilah, sangat banyak manusia yang merasakan dirinya susah dan berat untuk istiqamah di jalan Allah.
Di sini akan disampaikan beberapa perkara yang dapat membantu seseorang untuk tetap istiqamah di atas jalan Allah serta selamat dari belitan tipu daya iblis.
“Sesungguhnya tipu daya syaitan adalah lemah.”
(An-Nisa’:76)
Di antara perkara yang dapat membantu seseorang untuk istiqamah adalah
1. Mengikhlaskan niat saat melakukan amalan-amalan ketaatan
Inilah pintu utama, yaitu pintu yang dapat mengantarkan seseorang untuk dapat istiqamah dalam hidupnya sehingga ia dapat berjumpa dengan Allah dalam keadaan bahagia.
Allah berfirman (yang artinya):
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan Tuhannya dengan seorangpun dalam melakukan ibadah kepada-Nya”. (Al-Kahfi: 110)
Hendaklah seseorang membersihkan hatinya dari sifat ingin dipuji atau tujuan-tijuan duniawi saat melakukan amalan-amalan ketaatan kepada-Nya. Mungkin kita dapatkan orang yang saat berkunjung dan menginap di rumah temannya, ia begitu semangat dalam membaca Al-Qur’an, qiyamul lail dan amalan-amalan ketaatan lainnya Namun ketika ia kembali ke rumahnya, entah mengapa bacaan Al-Qur’an tidak terdengar lagi dari bibirnya, demikian pula tidak terdengar lagi percikan air wudhu di sepertiga malam yang terakhir di rumahnya. Ia telah meninggalkan amalannya…..Ia tidak dapat istiqamah dalam menjalankan amalan-amalan ketaatan….Kenapa hal itu bisa terjadi? Hendaklah orang tersebut mengintrospeksi dirinya, yaitu apakah saat ia membaca Al-Qur’an dan melakukan qiyamul lail betul-betul murni untuk Allah ataukah ada niatan-niatan lain di balik ibadahnya? Hanya Allah kemudian dirinyalah yang tahu bisikan hatinya.
Dalam sebuah hadits disebutkan
إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا
“Sesungguhnya ada salah seorang di antara kalian yang ia beramal dengan amalan penduduk surga sampai-sampai jarak antara dirinya dengan surga hanya tinggal satu jengkal, akan tetapi taqdir telah mendahuluinya sehingga iapun beramal dengan amalan penduduk neraka, akhirnya iapun masuk ke dalam neraka.” (HR. Muslim no 4781)
Orang ini adalah orang yang sangat merugi, setiap harinya ia beramal dengan amalan ketaatan akan tetapi menjelang ajalnya ia tutup amalnya dengan keburukan dan ia pun menjadi penghuni neraka. Wal iyadzubillah.
Orang ini tidak istiqamah dalam menjalankan amalan-amalan ketaatan sampai akhir hayatnya. Kenapa bisa demikian? Apakah rahasianya? Mungkin saja tatkala ia beramal, niatnya bukan untuk Allah akan tetapi telah tercampuri dengan tujuan-tujuan lain walaupun manusia melihatnya sebagai sebuah amalan ketaatan. Namun Allah yang mengetahui isi hati para hamba-Nya tidak meridhai amalannya tersebut dan akhirnya Allah tutup amalannya dengan amalan penduduk neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ وَإِنَّهُ لَمِنْ أَهْلِ النَّارِ
“Sesungguhnya ada orang yang beramal dengan amalan penduduk surga sesuai yang tampak/terlihat oleh manusia, padahal ia adalah termasuk penduduk neraka.” (HR.Bukhori, no 3885)
2. Berdo’a kepada Allah agar diberikan keistiqamahan
Do’a adalah senjata seorang muslim, oleh karena itu hendaklah seorang muslim banyak berdo’a kepada Allah agar diberikan keistiqamahan. Di antara do’a yang paling sering dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku untuk selalu berada di atas agama-Mu” (HR. Tirmidzi, no 2066. Ia berkata: “Hadits Hasan”)
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata,”(Do’a ini) adalah sebagai bentuk pengajaran bahwa diri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang suci saja masih membutuhkan perlindungan Allah, maka tentunya tingkat kebutuhan dari orang selain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih layak lagi.” (Fathul Bari, 20/464)
Di antara perkara yang menakjubkan pada diri Rasullullah shallallhu ‘alaihi wa sallam yang patut kita contoh adalah bahwasanya beliau shallallhu ‘alaihi wa sallam setiap keluar dari rumahnya membaca do’a
اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan dan disesatkan, dari ketergelinciran dan digelincirkan, dari berbuat dholim dan didholimi, dari berbuat bodoh dan dibodohi.” (HR. Abu Dawud, no 4430).
Do’a ini amatlah kita butuhkan, mengingat tatkala seorang hamba keluar dari rumahnya maka ia akan banyak berhadapan dengan syubhat dan syahwat di lingkungan sekitarnya. Ia juga akan bertemu dengan berbagai tipe dan jenis manusia, ada tipe yang baik dan tidak jarang pula bertemu dengan tipe yang buruk yang dapat menyesatkan dan menjauhkan dirinya dari jalan istiqamah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saja sebagai orang yang ma’sum (terjaga dari dosa) masih mengkhawatirkan dirinya dari perkara-perkara di atas sehingga membaca do’a ini, maka kita sebagai seorang hamba yang tipis imannya tentu lebih layak untuk membaca dan mengamalkan do’a ini.
.
3. Menanamkan keyakinan dan mengingat-ingat tentang balasan yang akan diraih bagi orang yang istiqamah
Istiqamah adalah perkara yang membutuhkan perjuangan besar, tentunya orang yang dapat istiqamah akan mendapatkan balasan yang besar sebagai balasan atas usaha yang dilakukannya. Allah berfirman (yang artinya):
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah, maka mereka akan dibebaskan dari rasa takut dan kesedihan. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-Ahqof: 13-14)
Orang yang beriman dan memegang teguh keimanannya, kemudian ia istiqamah dalam melakukan amalan-amalan ketaatan sebagai konsekuensi dari keimanannya, maka ia akan mendapatkan pahala yang besar berupa rasa aman di tiga kehidupan yaitu kehidupan dunia, alam kubur dan kehidupan akherat. Allahpun akan memasukkannya ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan dan ia kekal di dalamnya. Apakah ada di antara kita yang enggan untuk menolak pahala yang besar ini?
4. Memilih teman yang baik
Sudah sering kita dengar hadits yang masyhur dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang gambaran teman yang baik dan teman yang buruk, dimana beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpamakan teman yang baik sebagai penjual minyak wangi dan teman yang buruk sebagai tukang pandai besi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ وَكِيرِ الْحَدَّادِ لَا يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“ Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Tentang si penjual minyak wangi, kalau engkau tidak membeli minyak wanginya maka engkau akan medapatkan bau wanginya. Adapun tentang si tukang pandau besi, kalau engkau atau bajumu tidak terbakar maka engaku akan mendapatkan bau yang tidak enak.” (HR. Bukhori, no 1959)
Teman yang baik akan membantu kita untuk dapat istiqamah di jalan Allah, namun sebaliknya teman yang buruk akan menggelincirkan kita dari jalan istiqamah dan bahkan justru dapat mencelakakan kita. Terdapat kisah yang sangat menarik dari detik-detik kematian paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Abu Thalib. Kisah ini menggambarkan betapa bahayanya apabila seseorang berteman dengan teman-teman yang buruk.
لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلٍ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ فَقَالَ أَيْ عَمِّ قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ وَيُعِيدَانِهِ بِتِلْكَ الْمَقَالَةِ حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ وَأَبَى أَنْ يَقُولَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Tatkala menjelang kematian Abu Thalib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepadanya. Ternyata di samping Abu Thalib sudah ada Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah bin Mughirah. Nabipun berkata kepada Abu Thalib, “Wahai pamanku, ucapkanlah laa ilaha illallah, yaitu sebuah kalimat yang dapat aku jadikan hujjah untuk membantumu di sisi Allah. Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah segera menimpali seraya berkata, “(Wahai Abu Thalib), Apakah engkau membenci agamanya Abdul Muthalib (yaitu agama kesyirikan, pen)?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu mengulangi ucapannya, akan tetapi mereka berdua (yaitu Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah) juga selalu menimpali dan mengulag-ulang ucapannya hingga akhir dari ucapan Abu Thalib adalah sebagaimana ucapan Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah dan ia enggan untuk mengucapkan laa ilaha illallah.” (HR. Bukhari, no 4399).
Abu Thalib betul-betul menjadi orang yang sangat rugi karena berteman dengan teman yang buruk yaitu Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah, karena mereka berdua telah menjadi sebab kecelakaan, kehancuran dan kebinasaan dirinya di akherat. Abu Thalib dalam hidupnya banyak bergaul dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebaik-baik makhluk yang paling layak untuk dijadikan teman dan kekasih, akan tetapi di samping itu dia juga bergaul dengan teman-teman yang buruk yaitu Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah. Ternyata pergaulan dan persahabatannya dengan teman yang buruk ini menjadi sebab kehancuran dirinya. Sungguh malang dan tragis nasib Abu Thalib……..
5. Banyak membaca sirah (perjalanan hidup) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang shalih.
Berdasarkan realita, seseorang akan banyak terpengaruh oleh perkara-perkara yang sering dilihat dan didengarnya. Ketika seseorang menjadikan cemilan sehari-harinya adalah gosip para artis dan kehidupan glamour mereka, maka sadar atau tidak sadar perilaku para artis tersebut akan banyak membekas dan mempengaruhi gaya hidupnya. Hidup gak mau repot, serba instan serta “yang penting gue senang” ibarat telah menjadi icon khusus bagi mereka. Orang-orang seperti ini sangat susah diharapkan untuk istiqamah di jalan ketaatan. Boro-boro untuk istiqamah di jalan ketaatan, untuk menjalankan amalan-amalan ketaatan saja mungkin terasa berat bagi jiwa mereka. Menuntut ilmu syar’I, shalat berjama’ah, menundukkan pandangan terhadap lawan jenis, berhias diri dengan sifat qana’ah, sabar dalam menghadapi cobaan hidup adalah merupakan contoh-contoh amalan ketaatan yang kedengarannya amat mustahil bagi orang-orang yang berpaham artisme (bergaya hidup seperti artis) seperti ini, kecuali orang-orang yang dirahmati Allah.
Sebaliknya, orang yang banyak menbaca sirah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang sholih akan menemukan kunci-kunci jalan menuju istiqamah. Ketika seseorang ditimpa futur sindrom (penyakit melemahnya iman yang merupakan musuh dari istiqamah) sehingga terasa malas baginya untuk menjalankan qiyamul lail, maka saat ia membaca perjalanan hidup Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ternyata didapatkan bahwa beliau adalah orang yang rajin dalam menjalankan qiyamul lail hingga bengkak kakinya. Ketika seseorang merasakan jiwanya malas untuk berdzikir dan berat untuk banyak memohon ampun kepada Allah, maka saat ia membaca perjalanan hidup Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ternyata didapatkan bahwa beliau adalah orang yang beristighfar dan bertaubat kepada Allah sebanyak seratus kali dalam sehari. Ketika seseorang merasa terkucilkan di tengah keluarga, kerabat dan masyarakat di sekitarnya karena menjalankan syari’at islam, maka saat ia membaca perjalanan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ternyata didapatkan bahwa beliau adalah orang yang dimusuhi oleh kerabat dekatnya dan bahkan beliau diusir oleh kaumnya dari kampung halaman yang ia cintai yaitu Makkah. Ketika seseorang merasakan sesak dadanya ketika banyak dicela dan dimusuhi dalam berdakwah di jalan Allah, maka saat ia membaca perjalanan hidup Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ternyata didapatkan bahwa beliau adalah orang yang pernah mengalami ancaman dan usaha pembunuhan, pernah dilempari batu, pernah diletakkan kotoran di atas punggungnya, pernah difitnah sebagai tukang sihir, pernah dijuluki sebagai orang gila dan lain-lain.
Dengan banyak membaca perjalanan hidup kekasih Allah, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam maka seseorang akan semakin terpacu untuk memegang erat Agama Islam yang lurus ini, istiqamah dalam menjalankan ketaatan kepada-Nya serta akan menyadari betapa kecilnya cobaan yang menimpa dan dialaminya dibandingkan dengan yang dialami oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Inilah beberapa perkara yang dapat membantu seorang hamba untuk dapat istiqamah di jalan Allah, mudah-mudahan bermanfaat.
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi (karunia)”. ( Ali-Imran: 8 )
Catatan: Penomoran hadits dan kitab dalam artikel ini didasarkan atas program Maktabah Syamilah
“Iblis berkata: ‘Karena Engkau (wahai Allah) telah menghukumku tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka (yaitu anak cucu adam) dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka dari depan dan belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka dan Engkau tidak akan mendapatkan kebanyakan mereka sebagai orang-orang yang bersyukur’
(Al-A’raf: 16-17)
Dari ayat yang mulia ini, dapat kita ketahui bahwa Iblis dan bala tentaranya akan senantiasa berusaha dengan segenap tenaganya untuk menghalangi manusia dari jalan Allah yang lurus serta menghiasi kemaksiatan hingga tampak indah di mata manusia. Karena tekat dan usaha Iblis inilah, sangat banyak manusia yang merasakan dirinya susah dan berat untuk istiqamah di jalan Allah.
Di sini akan disampaikan beberapa perkara yang dapat membantu seseorang untuk tetap istiqamah di atas jalan Allah serta selamat dari belitan tipu daya iblis.
“Sesungguhnya tipu daya syaitan adalah lemah.”
(An-Nisa’:76)
Di antara perkara yang dapat membantu seseorang untuk istiqamah adalah
1. Mengikhlaskan niat saat melakukan amalan-amalan ketaatan
Inilah pintu utama, yaitu pintu yang dapat mengantarkan seseorang untuk dapat istiqamah dalam hidupnya sehingga ia dapat berjumpa dengan Allah dalam keadaan bahagia.
Allah berfirman (yang artinya):
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan Tuhannya dengan seorangpun dalam melakukan ibadah kepada-Nya”. (Al-Kahfi: 110)
Hendaklah seseorang membersihkan hatinya dari sifat ingin dipuji atau tujuan-tijuan duniawi saat melakukan amalan-amalan ketaatan kepada-Nya. Mungkin kita dapatkan orang yang saat berkunjung dan menginap di rumah temannya, ia begitu semangat dalam membaca Al-Qur’an, qiyamul lail dan amalan-amalan ketaatan lainnya Namun ketika ia kembali ke rumahnya, entah mengapa bacaan Al-Qur’an tidak terdengar lagi dari bibirnya, demikian pula tidak terdengar lagi percikan air wudhu di sepertiga malam yang terakhir di rumahnya. Ia telah meninggalkan amalannya…..Ia tidak dapat istiqamah dalam menjalankan amalan-amalan ketaatan….Kenapa hal itu bisa terjadi? Hendaklah orang tersebut mengintrospeksi dirinya, yaitu apakah saat ia membaca Al-Qur’an dan melakukan qiyamul lail betul-betul murni untuk Allah ataukah ada niatan-niatan lain di balik ibadahnya? Hanya Allah kemudian dirinyalah yang tahu bisikan hatinya.
Dalam sebuah hadits disebutkan
إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا
“Sesungguhnya ada salah seorang di antara kalian yang ia beramal dengan amalan penduduk surga sampai-sampai jarak antara dirinya dengan surga hanya tinggal satu jengkal, akan tetapi taqdir telah mendahuluinya sehingga iapun beramal dengan amalan penduduk neraka, akhirnya iapun masuk ke dalam neraka.” (HR. Muslim no 4781)
Orang ini adalah orang yang sangat merugi, setiap harinya ia beramal dengan amalan ketaatan akan tetapi menjelang ajalnya ia tutup amalnya dengan keburukan dan ia pun menjadi penghuni neraka. Wal iyadzubillah.
Orang ini tidak istiqamah dalam menjalankan amalan-amalan ketaatan sampai akhir hayatnya. Kenapa bisa demikian? Apakah rahasianya? Mungkin saja tatkala ia beramal, niatnya bukan untuk Allah akan tetapi telah tercampuri dengan tujuan-tujuan lain walaupun manusia melihatnya sebagai sebuah amalan ketaatan. Namun Allah yang mengetahui isi hati para hamba-Nya tidak meridhai amalannya tersebut dan akhirnya Allah tutup amalannya dengan amalan penduduk neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ وَإِنَّهُ لَمِنْ أَهْلِ النَّارِ
“Sesungguhnya ada orang yang beramal dengan amalan penduduk surga sesuai yang tampak/terlihat oleh manusia, padahal ia adalah termasuk penduduk neraka.” (HR.Bukhori, no 3885)
2. Berdo’a kepada Allah agar diberikan keistiqamahan
Do’a adalah senjata seorang muslim, oleh karena itu hendaklah seorang muslim banyak berdo’a kepada Allah agar diberikan keistiqamahan. Di antara do’a yang paling sering dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku untuk selalu berada di atas agama-Mu” (HR. Tirmidzi, no 2066. Ia berkata: “Hadits Hasan”)
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata,”(Do’a ini) adalah sebagai bentuk pengajaran bahwa diri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang suci saja masih membutuhkan perlindungan Allah, maka tentunya tingkat kebutuhan dari orang selain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih layak lagi.” (Fathul Bari, 20/464)
Di antara perkara yang menakjubkan pada diri Rasullullah shallallhu ‘alaihi wa sallam yang patut kita contoh adalah bahwasanya beliau shallallhu ‘alaihi wa sallam setiap keluar dari rumahnya membaca do’a
اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan dan disesatkan, dari ketergelinciran dan digelincirkan, dari berbuat dholim dan didholimi, dari berbuat bodoh dan dibodohi.” (HR. Abu Dawud, no 4430).
Do’a ini amatlah kita butuhkan, mengingat tatkala seorang hamba keluar dari rumahnya maka ia akan banyak berhadapan dengan syubhat dan syahwat di lingkungan sekitarnya. Ia juga akan bertemu dengan berbagai tipe dan jenis manusia, ada tipe yang baik dan tidak jarang pula bertemu dengan tipe yang buruk yang dapat menyesatkan dan menjauhkan dirinya dari jalan istiqamah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saja sebagai orang yang ma’sum (terjaga dari dosa) masih mengkhawatirkan dirinya dari perkara-perkara di atas sehingga membaca do’a ini, maka kita sebagai seorang hamba yang tipis imannya tentu lebih layak untuk membaca dan mengamalkan do’a ini.
.
3. Menanamkan keyakinan dan mengingat-ingat tentang balasan yang akan diraih bagi orang yang istiqamah
Istiqamah adalah perkara yang membutuhkan perjuangan besar, tentunya orang yang dapat istiqamah akan mendapatkan balasan yang besar sebagai balasan atas usaha yang dilakukannya. Allah berfirman (yang artinya):
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah, maka mereka akan dibebaskan dari rasa takut dan kesedihan. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-Ahqof: 13-14)
Orang yang beriman dan memegang teguh keimanannya, kemudian ia istiqamah dalam melakukan amalan-amalan ketaatan sebagai konsekuensi dari keimanannya, maka ia akan mendapatkan pahala yang besar berupa rasa aman di tiga kehidupan yaitu kehidupan dunia, alam kubur dan kehidupan akherat. Allahpun akan memasukkannya ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan dan ia kekal di dalamnya. Apakah ada di antara kita yang enggan untuk menolak pahala yang besar ini?
4. Memilih teman yang baik
Sudah sering kita dengar hadits yang masyhur dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang gambaran teman yang baik dan teman yang buruk, dimana beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpamakan teman yang baik sebagai penjual minyak wangi dan teman yang buruk sebagai tukang pandai besi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ وَكِيرِ الْحَدَّادِ لَا يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“ Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Tentang si penjual minyak wangi, kalau engkau tidak membeli minyak wanginya maka engkau akan medapatkan bau wanginya. Adapun tentang si tukang pandau besi, kalau engkau atau bajumu tidak terbakar maka engaku akan mendapatkan bau yang tidak enak.” (HR. Bukhori, no 1959)
Teman yang baik akan membantu kita untuk dapat istiqamah di jalan Allah, namun sebaliknya teman yang buruk akan menggelincirkan kita dari jalan istiqamah dan bahkan justru dapat mencelakakan kita. Terdapat kisah yang sangat menarik dari detik-detik kematian paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Abu Thalib. Kisah ini menggambarkan betapa bahayanya apabila seseorang berteman dengan teman-teman yang buruk.
لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلٍ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ فَقَالَ أَيْ عَمِّ قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ وَيُعِيدَانِهِ بِتِلْكَ الْمَقَالَةِ حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ وَأَبَى أَنْ يَقُولَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Tatkala menjelang kematian Abu Thalib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepadanya. Ternyata di samping Abu Thalib sudah ada Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah bin Mughirah. Nabipun berkata kepada Abu Thalib, “Wahai pamanku, ucapkanlah laa ilaha illallah, yaitu sebuah kalimat yang dapat aku jadikan hujjah untuk membantumu di sisi Allah. Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah segera menimpali seraya berkata, “(Wahai Abu Thalib), Apakah engkau membenci agamanya Abdul Muthalib (yaitu agama kesyirikan, pen)?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu mengulangi ucapannya, akan tetapi mereka berdua (yaitu Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah) juga selalu menimpali dan mengulag-ulang ucapannya hingga akhir dari ucapan Abu Thalib adalah sebagaimana ucapan Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah dan ia enggan untuk mengucapkan laa ilaha illallah.” (HR. Bukhari, no 4399).
Abu Thalib betul-betul menjadi orang yang sangat rugi karena berteman dengan teman yang buruk yaitu Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah, karena mereka berdua telah menjadi sebab kecelakaan, kehancuran dan kebinasaan dirinya di akherat. Abu Thalib dalam hidupnya banyak bergaul dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebaik-baik makhluk yang paling layak untuk dijadikan teman dan kekasih, akan tetapi di samping itu dia juga bergaul dengan teman-teman yang buruk yaitu Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah. Ternyata pergaulan dan persahabatannya dengan teman yang buruk ini menjadi sebab kehancuran dirinya. Sungguh malang dan tragis nasib Abu Thalib……..
5. Banyak membaca sirah (perjalanan hidup) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang shalih.
Berdasarkan realita, seseorang akan banyak terpengaruh oleh perkara-perkara yang sering dilihat dan didengarnya. Ketika seseorang menjadikan cemilan sehari-harinya adalah gosip para artis dan kehidupan glamour mereka, maka sadar atau tidak sadar perilaku para artis tersebut akan banyak membekas dan mempengaruhi gaya hidupnya. Hidup gak mau repot, serba instan serta “yang penting gue senang” ibarat telah menjadi icon khusus bagi mereka. Orang-orang seperti ini sangat susah diharapkan untuk istiqamah di jalan ketaatan. Boro-boro untuk istiqamah di jalan ketaatan, untuk menjalankan amalan-amalan ketaatan saja mungkin terasa berat bagi jiwa mereka. Menuntut ilmu syar’I, shalat berjama’ah, menundukkan pandangan terhadap lawan jenis, berhias diri dengan sifat qana’ah, sabar dalam menghadapi cobaan hidup adalah merupakan contoh-contoh amalan ketaatan yang kedengarannya amat mustahil bagi orang-orang yang berpaham artisme (bergaya hidup seperti artis) seperti ini, kecuali orang-orang yang dirahmati Allah.
Sebaliknya, orang yang banyak menbaca sirah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang sholih akan menemukan kunci-kunci jalan menuju istiqamah. Ketika seseorang ditimpa futur sindrom (penyakit melemahnya iman yang merupakan musuh dari istiqamah) sehingga terasa malas baginya untuk menjalankan qiyamul lail, maka saat ia membaca perjalanan hidup Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ternyata didapatkan bahwa beliau adalah orang yang rajin dalam menjalankan qiyamul lail hingga bengkak kakinya. Ketika seseorang merasakan jiwanya malas untuk berdzikir dan berat untuk banyak memohon ampun kepada Allah, maka saat ia membaca perjalanan hidup Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ternyata didapatkan bahwa beliau adalah orang yang beristighfar dan bertaubat kepada Allah sebanyak seratus kali dalam sehari. Ketika seseorang merasa terkucilkan di tengah keluarga, kerabat dan masyarakat di sekitarnya karena menjalankan syari’at islam, maka saat ia membaca perjalanan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ternyata didapatkan bahwa beliau adalah orang yang dimusuhi oleh kerabat dekatnya dan bahkan beliau diusir oleh kaumnya dari kampung halaman yang ia cintai yaitu Makkah. Ketika seseorang merasakan sesak dadanya ketika banyak dicela dan dimusuhi dalam berdakwah di jalan Allah, maka saat ia membaca perjalanan hidup Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ternyata didapatkan bahwa beliau adalah orang yang pernah mengalami ancaman dan usaha pembunuhan, pernah dilempari batu, pernah diletakkan kotoran di atas punggungnya, pernah difitnah sebagai tukang sihir, pernah dijuluki sebagai orang gila dan lain-lain.
Dengan banyak membaca perjalanan hidup kekasih Allah, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam maka seseorang akan semakin terpacu untuk memegang erat Agama Islam yang lurus ini, istiqamah dalam menjalankan ketaatan kepada-Nya serta akan menyadari betapa kecilnya cobaan yang menimpa dan dialaminya dibandingkan dengan yang dialami oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Inilah beberapa perkara yang dapat membantu seorang hamba untuk dapat istiqamah di jalan Allah, mudah-mudahan bermanfaat.
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi (karunia)”. ( Ali-Imran: 8 )
Catatan: Penomoran hadits dan kitab dalam artikel ini didasarkan atas program Maktabah Syamilah