SEJARAH pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa.
Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta. Artinya kesenian batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya.
Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam keraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya.
Karena banyak dari pengikut raja yang tinggal di luar keraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar keraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.
Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga keraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri.
Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai tediri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.
Batik yang telah menjadi kebudayaan di kerajaan Majahit, dapat ditelusuri di daerah Mojokerto dan Tulung Agung. Mojoketo adalah daerah yang erat hubungannya dengan kerajaan Majapahit semasa dahulu dan asal nama Majokerto ada hubungannya dengan Majapahit.
Kaitannya dengan perkembangan batik asal Majapahit berkembang di Tulungagung adalah riwayat perkembangan pembatikan di daerah ini dapat digali dari peninggalan di zaman kerajaan Majapahit.
Ciri khas dari batik Kalangbret dari Mojokerto, hampir sama dengan batik-batik keluaran Yogyakarta, yaitu dasarnya putih dan warna coraknya coklat muda dan biru tua. Yang dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu tempat pembatikan didesa Majan dan Simo. Desa ini juga mempunyai riwayat sebagai peninggalan dari zaman peperangan Pangeran Diponegoro tahun 1825.
Meskipun pembatikan dikenal sejak jaman Majapahait namun perkembangan batik mulai menyebar sejak pesat di daerah Jawa Tengah Surakarta dan Yogyakata, pada jaman kerajaan di daerah ini. Hal itu tampak bahwa perkembangan batik di Mojokerto dan Tulungagung berikutnya lebih dipenagruhi corak batik Solo dan Yogyakarta.
Pembuatan batik cap di Ponorogo baru dikenal setelah perang dunia pertama yang dibawa oleh seorang Cina bernama Kwee Seng dari Banyumas. Daerah Ponorogo awal abad ke-20 terkenal batiknya dalam pewarnaan nila yang tidak luntur dan itulah sebabnya pengusaha-pengusaha batik dari Banyumas dan Solo banyak memberikan pekerjaan kepada pengusaha-pengusaha batik di Ponorogo.
Dikenalnya batik cap maka produksi Ponorogo setelah perang dunia petama sampai pecahnya perang dunia kedua terkenal dengan batik kasarnya yaitu batik cap mori biru. Pasaran batik cap kasar Ponorogo kemudian terkenal seluruh Indonesia.
Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia (Jawa) yang sampai saat ini terus dikembangkan. Di Dunia internasional, batik pertama kali diperkenalkan oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu itu memakai batik pada Konferensi PBB.
United Nations Education Social and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan batik sebagai warisan budaya tau UNESCO representative list of intengible cultural heritage of humanity.
Proses peresmian batik sebagai warisan budaya tak benda itu berlangsung pada 28 September hingga 2 Oktober di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Berawal pada 3 September 2008 yang kemudian Diterima secara resmi oleh UNESCO pada tanggal 9 Januari 2009. Tahap selanjutnya adalah pengujian tertutup oleh UNESCO di Paris pada tanggal 11 hingga 14 Mei 2009.
Upaya mengusulkan batik kepada UNESCO sebagai warisan budaya dunia telah melalui proses cukup panjang dan rumit karena harus memenuhi persyaratan dari badan dunia tersebut, di antaranya menyiapkan naskah akademik tentang batik, memiliki masyarakat pecinta batik dan pemerintah mendukung usulan tersebut.
Sekarang pemerintah dan masyarakat Indonesia harus bertanggungjawab untuk menjaga pelestarian dan keaslian karya budaya tersebut.
Penetapan batik oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia itu sekaligus melengkapi tujuh penetapan warisan dunia lainnya milik Indonesia. Ketujuh warisan dunia yang sudah ditetapkan UNESCO tersebut, antara lain Komodo, Hutan Tropis, Situs Purbakala Sangiran, candi Borobudur, Wayang dan Prambanan serta Keris. (berbagai sumber/tri)