Pemerintah sedang menjadikan harga timah Indonesia sebagai referensi harga timah dunia. Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar di dunia. Namun, akibat pengetatan ekspor timah, importir timah kelabakan.
Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan, mengatakan, pada intinya pemerintah menginginkan transparansi dan kristalisasi nilai untuk produk timah yang diproduksi di Indonesia.
"Semestinya, dengan Indonesia sebagai salah satu produsen dan eksportir terbesar di dunia, tidak perlu ada kekhawatiran mengenai suplai," kata Gita, hari ini.
Sementara, Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Kementerian Perdagangan, Sutriono Edi, mengatakan, sejak diberlakukannya perdagangan ekspor timah melalui bursa pada 30 Agustus lalu, harga timah dunia cenderung meningkat menunjukkan kecenderungan peningkatan harga sebagaimana tercermin dari transaksi yang terjadi di bursa.
"Transaksi timah di Bursa Timah per 30 Agustus tercatat sebesar 21.510 dolar per ton, sementara itu pada 3 September 21.500 dolar ton, 4 September 21.545 dolar ton, dan 5 September 21.900 dolar per ton," papar Sutriono.
Peningkatan harga tersebut menunjukkan perkembangan harga yang baik karena pada saat perdagangan di bursa dimulai, harga timah London Metal Exchange (LME) berada di kisaran 20.900 - 21.100 dolar. "Ini artinya harga timah Indonesia mulai menjadi harga acuan bagi para pelaku timah domestik dan internasional," ujarnya.
Sutriono menambahkan, perdagangan ekspor timah melalui Bursa Timah akan mendorong peningkatan daya saing komoditas timah Indonesia, sehingga pada akhirnya dapat mewujudkan pertumbuhan ekspor timah yang lebih pro-lingkungan.
"Oleh karena itu, produsen timah Indonesia sebaiknya mengutamakan nilai ekspor yang tinggi daripada volume ekspor yang besar dengan harga rendah, mengingat timah merupakan sumber daya alam yang tidak terbarukan dan dengan cadangan yang sangat terbatas. Selain itu, eksploitasi timah yang berlebihan juga dapat berdampak terhadap kerusakan lingkungan di daerah penambangan timah," jelasnya.
Hingga saat ini, jumlah anggota Bursa Timah sudah mencapai 12 perusahaan, di antaranya PT Timah Tbk (BUMN), PT Tambang Timah (BUMN), PT Refined Bangka Tin HCO LTD (Korea), PT Inti Stania Prima, Daewoo International Corporation (Korea), Gold Matrix Resources (Singapura), Great Force Trading (Hong Kong), PT Mitra Stania Prima, Noble Resources International Pvt Ltd (Singapura), Purple Products Pvt Ltd (India), dan Toyota Tsusho Corporation (Jepang).
"Mekanisme transaksi di bursa yang transparan, serta makin meningkatnya harga timah dunia diharapkan dapat menarik anggota bursa lainnya untuk ikut bertransaksi melalui Bursa Timah," ujar Sutriono.
PT Timah, sebagai anggota Bursa Timah terbesar, juga telah mengimbau pembeli mereka yang belum terdaftar sebagai anggota untuk menjadi anggota Bursa Timah.
"Beberapa buyer tambahan PT Timah telah menghubungi Bursa Komoditi Derivatif Indonesia (BKDI) untuk mengurusi keanggotaan mereka. Saat ini Bursa Timah (BKDI) sedang dalam proses penambahan anggota baik dari penjual maupun pembeli," pungkas Sutrionio. (*)
Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan, mengatakan, pada intinya pemerintah menginginkan transparansi dan kristalisasi nilai untuk produk timah yang diproduksi di Indonesia.
"Semestinya, dengan Indonesia sebagai salah satu produsen dan eksportir terbesar di dunia, tidak perlu ada kekhawatiran mengenai suplai," kata Gita, hari ini.
Sementara, Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Kementerian Perdagangan, Sutriono Edi, mengatakan, sejak diberlakukannya perdagangan ekspor timah melalui bursa pada 30 Agustus lalu, harga timah dunia cenderung meningkat menunjukkan kecenderungan peningkatan harga sebagaimana tercermin dari transaksi yang terjadi di bursa.
"Transaksi timah di Bursa Timah per 30 Agustus tercatat sebesar 21.510 dolar per ton, sementara itu pada 3 September 21.500 dolar ton, 4 September 21.545 dolar ton, dan 5 September 21.900 dolar per ton," papar Sutriono.
Peningkatan harga tersebut menunjukkan perkembangan harga yang baik karena pada saat perdagangan di bursa dimulai, harga timah London Metal Exchange (LME) berada di kisaran 20.900 - 21.100 dolar. "Ini artinya harga timah Indonesia mulai menjadi harga acuan bagi para pelaku timah domestik dan internasional," ujarnya.
Sutriono menambahkan, perdagangan ekspor timah melalui Bursa Timah akan mendorong peningkatan daya saing komoditas timah Indonesia, sehingga pada akhirnya dapat mewujudkan pertumbuhan ekspor timah yang lebih pro-lingkungan.
"Oleh karena itu, produsen timah Indonesia sebaiknya mengutamakan nilai ekspor yang tinggi daripada volume ekspor yang besar dengan harga rendah, mengingat timah merupakan sumber daya alam yang tidak terbarukan dan dengan cadangan yang sangat terbatas. Selain itu, eksploitasi timah yang berlebihan juga dapat berdampak terhadap kerusakan lingkungan di daerah penambangan timah," jelasnya.
Hingga saat ini, jumlah anggota Bursa Timah sudah mencapai 12 perusahaan, di antaranya PT Timah Tbk (BUMN), PT Tambang Timah (BUMN), PT Refined Bangka Tin HCO LTD (Korea), PT Inti Stania Prima, Daewoo International Corporation (Korea), Gold Matrix Resources (Singapura), Great Force Trading (Hong Kong), PT Mitra Stania Prima, Noble Resources International Pvt Ltd (Singapura), Purple Products Pvt Ltd (India), dan Toyota Tsusho Corporation (Jepang).
"Mekanisme transaksi di bursa yang transparan, serta makin meningkatnya harga timah dunia diharapkan dapat menarik anggota bursa lainnya untuk ikut bertransaksi melalui Bursa Timah," ujar Sutriono.
PT Timah, sebagai anggota Bursa Timah terbesar, juga telah mengimbau pembeli mereka yang belum terdaftar sebagai anggota untuk menjadi anggota Bursa Timah.
"Beberapa buyer tambahan PT Timah telah menghubungi Bursa Komoditi Derivatif Indonesia (BKDI) untuk mengurusi keanggotaan mereka. Saat ini Bursa Timah (BKDI) sedang dalam proses penambahan anggota baik dari penjual maupun pembeli," pungkas Sutrionio. (*)