Kasus dukun cilik asal Jombang, Jawa Timur, Ponari yang tidak lulus SD dan harus tetap tinggal di bangku kelas enam, menurut pakar psikologi anak, bocah asal Desa Balongsari, Kec Megaluh itu, mengalami penyimpangan perkembangan.
Setidaknya, masalah ini sempat dilontarkan Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair), Nurul Harti saat dihubungi, Selasa (10/7/2012). Menurut pakar psikologi anak ini, Ponari berada pada perkembangan anak yang negatif.
"Penyimpangan perkembangan anak itu ada dua, yaitu positif dan negatif. Dalam kasus Ponari ini, saya melihat penyimpangan perkembangannya berada pada yang negatif," terang Nurul.
Artinya begini, lanjut dia, dengan seringnya meninggalkan bangku sekolah, karena seringnya atau banyaknya orang meminta pertolongan ke dia (Ponari), membuatnya ketinggalan mata pelajarannya, atau bahkan malas untuk bersekolah.
"Nah, di sinilah peran orang tua, tokoh masyarakat dan masyarakat itu sendiri untuk bisa memberi kontrol atau mengarahkan pada si anak untuk tumbuh dengan benar. Kalau dia seorang pelajar, tugas dia ya sebagai pelajar."
Nurul juga menegaskan, orang tua dan masyarakat sekitar harus bisa memberi pelayanan yang baik bagi tumbuh kembangnya seorang anak, kalau mereka (orang tua dan masyarakat) menginginkan Ponari tumbuh sebagaimana mestinya.
"Orang tua si anak dan masyarakat kalau Ponari adalah termasuk anak berkebutuhan khusus dalam tanda kutip. Jika dia sering menerima pasien yang membutuhkan pertolongannya, maka orang tua harus memberikan pendidikan dengan cara home schooling," saran dia.
Sehingga, masih menurut dia, Ponari bisa mengikuti pelajarannya yang ketinggalan dan bisa mengikuti ujiannya dengan baik. Karena bagaimanapun, pendidikan si anak harus tetap terwadahi.
Selain itu, Nurul juga menyarankan orang tua Ponari, untuk memberi batasan waktu, kapan Ponari harus belajar, kapan Ponari harus bermain, dan kapan dia diperbolehkan membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongannya.
Seperti diberitakan sebelumnya, tiga tahun yang lalu, bocah asal Desa Balongsari Kecamatan Megaluh, Jombang, Jawa Timur ini, tiba-tiba menjadi 'dukun tiban.'
Dengan batu ajaibnya, dia mampun menyembuhkan berbagai macam penyakit. Bahkan, dengan batu saktinya itu, mampu menyedot ratusan bahkan ribuan orang, untuk meminta berkahnya.
Namun, seiring perjalanan waktu, kondisi ini mempengaruhi psikologis anak pasangan Kamsin
dan Mukaromah itu. Seringnya mendapat uang sebagai mahar, dia menjadi malas pergi sekolah.
Bahkan, untuk memaksanya sekolah, Kamsin rela menggendong si anak agar tetap belajar. Dan, saat ujian beberapa waktu lalu, Ponari tak bisa melaluinya dengan baik dan harus tetap tinggal di bangku kelas enam, karena tidak lulus ujian. (eru)
Sumber : http://infopoljatim.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2762&catid=66&Itemid=90
No Comment.