Kontes "Miss World" di Indonesia memicu kerawanan sosial, karena digelar di tengah kondisi masyarakat yang sedang sulit, kata Ketua Divisi Sosialisasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Asrorun Ni`am Sholeh.
"Penampakan gaya hidup glamor di tengah kondisi masyarakat yang sulit akan memicu kerawanan sosial. Di sinilah pentingnya kearifan," ujar Asrorun Ni`am Sholeh saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Asrorun mengatakan, kontes kecantikan tersebut hanya menonjolkan sisi hedonisme semata yang menghabiskan sejumlah dana dalam pagelarannya.
"Ajang Miss World menghabiskan miliaran rupiah hanya untuk pesta pora, sementara masih banyak masyarakat yang kesulitasn secara ekonomi, sekolah dan berobat juga sulit," ucap Asrorun.
Helatan ini, lanjut Asrorun, justru menambah jurang kesenjangan sosial dan ekonomi yang semakin lebar, sehingga bila dibiarkan akan memicu terjadinya konflik sosial.
"Dalam situasi seperti ini harusnya orang yang kaya, yang memiliki kelebihan ekonomi harusnya berempati dengan membangun solidaritas sosial pada kelompok masyarakat yang secara ekonomi ada di level bawah," ujar Asrorun.
Selain itu, Asrorun mengemukakan bahwa esensi penolakan kontes tersebut bukan hanya sekedar soal pakaian, namun lebih jauh yaitu soal ideologi Miss World yang mengedepankan pada kontes fisik perempuan yang dinilai tidak sejalan dengan norma keadaban bangsa.
Untuk itu, Asrorun menambahkan, demi kebersamaan sebagai bangsa serta nilai-nilai luhur bangsa, sebaiknya kontes tersebut tidak digelar.
"Penampakan gaya hidup glamor di tengah kondisi masyarakat yang sulit akan memicu kerawanan sosial. Di sinilah pentingnya kearifan," ujar Asrorun Ni`am Sholeh saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Asrorun mengatakan, kontes kecantikan tersebut hanya menonjolkan sisi hedonisme semata yang menghabiskan sejumlah dana dalam pagelarannya.
"Ajang Miss World menghabiskan miliaran rupiah hanya untuk pesta pora, sementara masih banyak masyarakat yang kesulitasn secara ekonomi, sekolah dan berobat juga sulit," ucap Asrorun.
Helatan ini, lanjut Asrorun, justru menambah jurang kesenjangan sosial dan ekonomi yang semakin lebar, sehingga bila dibiarkan akan memicu terjadinya konflik sosial.
"Dalam situasi seperti ini harusnya orang yang kaya, yang memiliki kelebihan ekonomi harusnya berempati dengan membangun solidaritas sosial pada kelompok masyarakat yang secara ekonomi ada di level bawah," ujar Asrorun.
Selain itu, Asrorun mengemukakan bahwa esensi penolakan kontes tersebut bukan hanya sekedar soal pakaian, namun lebih jauh yaitu soal ideologi Miss World yang mengedepankan pada kontes fisik perempuan yang dinilai tidak sejalan dengan norma keadaban bangsa.
Untuk itu, Asrorun menambahkan, demi kebersamaan sebagai bangsa serta nilai-nilai luhur bangsa, sebaiknya kontes tersebut tidak digelar.
No Comment.